Membaca Alquran dari Kiri

H.B. Jassin tak terima terhadap protes tokoh-tokoh perihal membuka mushaf Alquran dari kiri. Dalam wawancara di Republika pada tanggal 24 Januari 1993, Jassin menanggapi dengan garang: “Saya kira tidak apa-apa. Membuka buku dari kiri ke kanan, biasa. Mereka maunya dari kanan ke kiri. Itu tidak esensial. Kalau tak boleh begitu, dalilnya apa. Hukumnya apa. Di surat itu dikatakan, lebih baik disesuaikan dengan al Quran yang ada. Kalau begitu, lalu apa yang saya berikan. Berarti saya disuruh stop, saya tak mau. Saya yakin, saya menjunjung ketinggian firman Tuhan”.

Pembaca tentu bisa merasakan emosionalitas bahasa yang diajukan Jassin. Semula Jassin ingin berargumentasi kenapa Alqur’anul Karim Bacaan Mulia dibuka dari kiri bukan dari kanan layaknya mushaf Alquran lain. Tapi, Jassin harus menyisipkan bahasa “berarti saya disuruh stop, saya tak mau”. Bahasa-bahasa ngotot itu selalu bermunculan di tema lain saat Jassin merespons balik pendapat-pendapat tokoh yang menolak-menghujat kerjanya. Jassin pun tampak tak tenang. Padahal kita merasa cukup dengan argumentasi Jassin, membuka Alquran dari kiri itu berpedoman pada terjemah Alquran versi Departemen Agama. Jadi, pemerintah sebagai referensi hadir merestui membuka-membaca Alquran dari kiri. Sah!

Quraish Shihab di antara sekian yang menanggapi tidak lagi meributkan wilayah ketuhanan. Seperti dalam tulisannya yang mendamaikan, Quraish Shihab menulis dalam kesejarahan masyarakat Arab sebagai penerima pertama Alquran, “al Qur’an diterima Nabi tidak tertulis, ayat-ayatnya dicampakkan ke dalam jiwa beliau, lalu secara lisan beliau sampaikan sambil memerintahkan menulis dan menghafalnya. “Kebetulan” masyarakat pertama yang bersentuhan dengan al Quran, menggunakan aksara, yang ditulis dari kanan ke kiri”.

Quraish Shihab melanjutkan tulisannya dengan menghadirkan beberapa penjelasan dalam Alquran perihal kanan sebagai simbol kebaikan dan sebaliknya kiri sebagai simbol kesialan. Menurutnya, keterangan ini lazim digunakan ulama untuk melakukan klaim kebenaran dan keberuntungan kanan. Tulisan Quraish Shihab (Republika, 28 Januari 1993) mengingatkan kita saat Alquran ditulis dengan tangan dan keilmuan manusia. Penulisan dan penyusunan yang murni terpisah dari yang biasa disebut sebagai ketetapan Tuhan.

Orang-orang telanjur menghujat Jassin dengan berdalih kiri itu membawa sial. Seperti klaim kebanyakan, Alqur’anul Karim Bacaan Mulia “lebih banyak mudlaratnya” daripada manfaatnya.  Membuka-membaca Alquran dari kiri ke kanan seperti kasus Jassin bukan lagi sebagai narasi ideologi kiri juga kanan. Kita tidak perlu membakar Alqur’anul Karim Bacaan Mulia lagi seperti dulu dilakukan sebagian orang. Kita pantas mengurusi yang lain, tawaran membuka-membaca Alquran dari kiri ke kanan mengantarkan kita pada narasi besar perihal kesejarahan peralihan dan kesadaran beraksara Muslim modern: dari aksara Arab ke aksara Latin.

Mutimmatun Nadhifah, Esais asal Sumenep

Tinggalkan komentar