Sengketa “Istilah” Bacaan Mulia

Pencapaian Jassin atas terjemahan Alquran Bacaan Mulia (1988) hingga tercetak 35.000 eksemplar patut diapresiasi. Laris tapi menimbulkan pelbagai reaksi berupa tanggapan, kritik dan tudingan bertubi-tubi yang datang dari kalangan umat muslim. Mulai dari tudingan Jassin tidak mempunyai ilmu terkait penerjemahan Alquran, sampai hal-hal seperti penggunaan istilah untuk judul terjemahan Alquranul Karim, yaitu “Bacaan Mulia”.

Sebagaimana telah disinggung Nazwar Syamsu dalam buku Koreksi Terjemahan Bacaan Mulia HB Jassin (1978) terbitan Pustaka Saadiyah, Padang Panjang, tertulis pokok kalimat seperti berikut ini: “Jassin dalam menterjemahkan ‘Alquranul Karim’ itu dengan ‘Bacaan Mulia’ sebagai nama yang diberikannya kepada terjemahan yang puitis. Terjemahan demikian nyata tidak cocok dengan maksud istilah asli maka dalam hal ini kita melihat dua hal salah pasang yang mungkin menimbulkan berbagai akibat. Pertama, Alquranul Karim adalah istilah asli sebagai kitab suci dari Allah, dan tak mungkin diterjemahkan ke dalam bahasa lainnya secara tepat”.

Kedua, Alquran adalah suatu nama yang telah resmi dikenal di antara manusia bumi, maka nama itupun tidak boleh dipotong atau dikurangi hurufnya menjadi Quran apalagi berupa Kuran dan Koran. Misalnya terdapat dalam ayat Alquran 56/77 yang berbunyi ‘Bahwa ini sesungguhnya Quran yang mulia’. Penyebutan istilah ‘Quran Mulia’ telah terang bertentangan dengan pembicaraan kita pada pokok kalimat pertama. Lalu istilah pemakaian Quran saja seperti yang dimuatkan pada maksud ayat 5/101, 6/19, 7/204 dan lainnya juga telah bertentangan dengan pokok pembicaraan kalimat kedua”.

Memang berisiko tatkala mencoba memainkan huruf—apalagi menghilangkannya—menjadi kata agar memiliki nilai yang cenderung lebih puitis maupun estetis. Persoalan kelewat tulis atau kurang baca sehuruf saja kerap berujung fatal. Pun pokok permasalahan istilah “Alquran” atau “Bacaan Mulia” diserahkan kembali kepada Jassin, seorang sastrawan cerdik yang musti melakukan banyak-banyak pertimbangan kembali dan perbaikan pada cetak ulang buku. Sekali lagi, di balik kepuitisan terjemahan Alquran, nyatanya Jassin mau tak mau musti menerima segala tudingan yang disematkan kepadanya.

Isvita Septi Wulandari, Esais dari Sukoharjo

Tinggalkan komentar